Dunia Akan Berbeda Tanpa Chavez
Rabu, 06 Maret 2013
0
komentar
Hugo Chavez lahir di Barinas, wilayah datar di Venezuela barat daya,  pada tanggal 28 Juli 1954. Ia merupakan anak ketiga dari tujuh anak  pasangan guru.
Di masa kanak-kanak, Chavez menjadi putra altar  yang sangat menyukai bisbol. Kesukaan pada olahraga itu bahkan dipakai  untuk meyakinkan rakyat bahwa Chavez baik-baik saja saat kondisi  kesehatan pimpinan mereka menurun drastis. Televisi pemerintah berulang  kali menayangkan permainan Chavez menangkap bola dengan menteri luar  negerinya.
Menginjak dewasa, Chavez masuk Akademi Militer  Venezuela, dan mencapai pangkat letnan pada tahun 1975. Ia bergabung  dengan kesatuan lintas udara dan pangkatnya naik hingga menjadi letnan  kolonel.
Langkah pertama politiknya terbuka saat Chavez mendirikan  Gerakan Revolusioner Bolivarian, atau MBR-200, pada tahun 1982. Satu  dekade kemudian, pada tanggal 4 Februari 1992, ia memimpin pemberontakan  militer yang gagal terhadap Presiden Carlos Andres Perez. Tahun itu  pula ia tampil pertama di depan publik lewat kamera televisi.
"Saudara-saudara sebangsa, sayang untuk saat ini tujuan kita tidak tercapai di ibu kota," katanya. "Kita di Caracas tidak berhasil merebut kekuasaan. Sekarang saatnya untuk menghindari pertumpahan darah lebih lanjut. Sekarang adalah waktu untuk merenungkan situasi baru yang akan datang," ujarnya waktu itu.
Chavez mendekam dua tahun di penjara sebelum Presiden Rafael Caldera memberinya amnesti.
Keluar  dari penjara, Chavez membentuk sebuah partai politik baru, Gerakan  Republik Kelima, yang membawanya pada kemenangan pemilihan presiden pada  tahun 1998. Dalam kampanyenya yang berapi-api, ia menyalahkan  partai-partai tradisional yang terlibat korupsi dan memunculkan  kemiskinan.
Chavez menikah dan bercerai dua kali. Dia memiliki tiga anak dari istri pertamanya, Nancy Colmenarez, yakni Rosa Virginia, Maria Gabriela, dan Hugo Rafael.
Bertahun-tahun setelah bercerai  dari istri pertama, ia menikahi Marisabel Rodriguez, dan memiliki  seorang putri, Rosa Ines. Dia bercerai pada tahun 2003, dan Venezuela  tidak memiliki ibu negara sejak saat itu.
Setelah memangku  jabatan, Chavez memerintahkan menulis ulang konstitusi. Sebuah  referendum pada Juli 2000 menegaskan berlakunya konstitusi baru, yang  dicetak sebagai buku biru kecil oleh pemerintah dan digunakan Chavez  sebagai dasar selama pidato-pidatonya.
Pada tahun-tahun  berikutnya, Chavez yang karismatik kerap membanggakan lewat serangkaian  kemenangan elektoral yang membuatnya nyaris tak terkalahkan.
Ia memenangkan pemilihan ulang pada tahun 2000, lolos pada pemilihan recall tahun 2004, dan memenangkan lagi masa jabatan enam tahun pada tahun 2006.
Chavez  menjamin kemenangannya kembali pada bulan Oktober lalu, dan  menggambarkan kemenangannya sebagai "pertempuran yang sempurna, dan  benar-benar demokratis." Dia bahkan bersumpah untuk "menjadi presiden  yang lebih baik setiap hari."
Tidak selamanya karier politik  Chavez berjalan mulus. Pada bulan April 2002, terjadi kudeta singkat  melawan Chavez. Namun, pemerintah sementara tidak bisa mengonsolidasikan  kekuasaan, dan dalam waktu 48 jam, dengan bantuan militer, Chavez  kembali berkuasa.
Walau berumur pendek, kudeta itu memiliki efek mendalam pada Chavez, yang memilih menjadi lebih otoriter sesudahnya.
Human Rights Watch menulis pada 2010 bahwa kudeta itu dijadikan dalih oleh Chavez untuk kebijakan yang melemahkan hak asasi manusia. "Diskriminasi atas dasar politik telah menjadi ciri dari Presiden Chavez," tulis laporan itu.
"Kadang-kadang, Presiden sendiri secara terbuka mendukung tindakan diskriminasi. Ia juga mendorong bawahannya untuk terlibat dalam diskriminasi dengan mengecam para kritikus sebagai anti-demokrasi dan konspirator kudeta, terlepas apakah mereka terkait kudeta tahun 2002 atau tidak," kata laporan itu.
Hambatan lain  dihadapi Chavez setelah kudeta itu. Dari Desember 2002 sampai Februari  2003, terjadi pemogokan umum untuk menekan Presiden. Ekonomi terpukul,  tapi Chavez membubarkan aksi tersebut.
Berikutnya, pada tahun 2004, oposisi mengumpulkan cukup tanda tangan untuk mengadakan referendum untuk me-recall Chavez. Namun sekali lagi, Presiden selamat.
Kebencian  Chavez terhadap Amerika Serikat juga meningkat pada periode setelah  kudeta singkat itu karena ia yakin Washington berada di balik semua itu.
Dalam  salah satu penghinaan yang paling berkesan, Chavez menyebut Presiden AS  George Bush sebagai iblis di hadapan Majelis Umum PBB pada tahun 2006.  "Iblis datang ke sini kemarin. Bau belerangnya masih tercium hari ini,"  katanya.
Pada tahun 2007, Chavez kalah untuk kali pertama, dalam sebuah referendum mencari persetujuan reformasi konstitusional yang menyoroti kebijakan sosialisnya. Meskipun demikian, berkat Majelis Nasional yang berpihak kepadanya, Chavez mendapatkan beberapa tujuannya, termasuk bisa ikut pemilihan ulang secara tidak terbatas.
Pada tahun yang sama, Chavez membuat partai politik baru, Partai Sosialis Bersatu Venezuela, yang merupakan gabungan partainya dengan partai-partai kiri lainnya.
Lawan politiknya menuduh Chavez  sebagai otoriter, populis, dan bahkan diktator karena telah mendorong  reformasi konstitusi memungkinkan pemilihan ulang-tak terbatas.
Bersamaan  dengan itu, Chavez makin sering menggunakan undang-undang untuk menekan  lembaga penyiaran dan media yang anti kepadanya.
Di dunia internasional, Chavez juga dikenal lewat pernyataannya yang berani meski kadang-kadang aneh, bahkan lucu. Tahun lalu, misalnya, setelah beberapa pemimpin Amerika Latin didiagnosis menderita kanker, termasuk dirinya, ia menuduh Amerika Serikat berada di balik penyakitnya itu.
"Apakah  aneh jika (Amerika Serikat) mengembangkan teknologi untuk menginduksi  kanker, dan tak seorang pun mengetahuinya?" ujarnya.
Saat krisis kekurangan air melanda Venezuela tahun 2009, ia mendorong rakyat Venezuela agar mandi selama tiga menit saja.
Di  samping kebenciannya terhadap AS, Chavez adalah orang yang meyakini  bahwa "Konsensus Washington," model reformasi ekonomi dari Amerika  Serikat untuk negara-negara berkembang, sudah berakhir.
Bersama dengan Kuba, Ekuador, Bolivia, Nikaragua, dan beberapa negara Karibia, Chavez membentuk Aliansi Bolivarian untuk Rakyat Amerika Kita (ALBA). Kelompok itu dimaksudkan untuk menandingi pengaruh AS di wilayah tersebut.
Sebagai presiden, Chavez memiliki ambisi yang jelas  menjadi pemimpin regional dan internasional. Kini setelah ia meninggal,  orang bertanya-tanya akan seperti apa Amerika Latin kelak. Tanpa Chavez  dan segala sepak terjangnya, dunia pasti menjadi tempat yang berbeda. kompas.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Dunia Akan Berbeda Tanpa Chavez 
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://rosorasa.blogspot.com/2013/03/dunia-akan-berbeda-tanpa-chavez_6.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5

 
 
 
 
 
 
 
0 komentar:
Posting Komentar