Diatas Garis Mengintip Dunia
Minggu, 31 Januari 2010
3
komentar
Mengintip Dunia yang masih terlelap dari sela-sela jendela kamarnya
Lihat, tak terlalu nyenyak dia
Tubuhnya mulai resah tanda tidur tak lagi purna
Sesekali ia menggeliat manja
Bukan tanpa niat aku mengintipnya pagi ini, sebelum aku mencumbunya habis-habisan siang nanti
Agar cepat tanganku kala menyibak setiap helai bajunya
Harap tak sesat gerakku dalam setiap inci tubuhnya
Kulihat wajah cantik Dunia tak lagi tenang di akhir masa tidurnya
Rencana kerja hari ini sepertinya mendahului dan merasuk ke dalam mimpi pagi
Dahinya yang mulus sesekali mengerut seperti sedang berpikir
Sedangkan sisa pergumulan kemarin belum juga pudar
Di bawah sadar, ujung pakaiannya sedikit tersingkap
birahiku perlahan naik
Kupandangi. Ada perasaan tegang, senang, lucu, bingung bahkan ngeri
Tak sabar rasanya ingin segera siang untuk menjamah tubuh yang terpampang itu
Terus kupandangi ia
Di timur fajar jadi mentari, mentari tumbuh jadi matahari
Dunia menggeliat panjang, matanya terbuka
Memicing menahan silau matahari yang ikut mengintip dari celah yang sama
Perlahan ia mengucek mata dengan punggung tangannya
Bangun,pandangannya berputar ke sekeliling kamar
Mungkin ia merasa ada jika yang memerhatikannya
Takut ketahuan, aku pergi perlahan dengan langkah berjingkat
Setelah aman segera ku ambil langkah seribu, meninggalkan halaman samping rumahnya itu dengan bekas tapak sendalku
Cepat mandi dan tak lupa menghabiskan kopi
cigaret tak lepas dari jepitan jari
semprot sana-sini biar wangi dan Pergi untuk menemui Dunia di luar sana
Aku datang Dunia..!!
Sudah ku tahu titik panas tubuh mu
Tunggu Dunia, kan kugenggam kau hari ini
Semoga kau dan yang lain tak tahu ku telah mengintipmu pagi tadi
Aku pergi, Siap untuk mencumbumu dengan langkah terayun menggebu
Persetan orang-orang lain yang juga jatuh cinta pada kemolekanmu
Mereka tentu harus bersaing denganku yang memujamu
Tunggu saat kita menjadi satu raga duhai belahan jiwa
Terus membara tak padam hingga lelah mendera, sampai waktu lelap tiba.
Sampai kita sadar ada sebuah batas tenaga....
Saat tidurku pun hanya untuk menjalani sebuah bagian dari budaya malam. Bahkan mimpiku pun penuh oleh mu, Dunia.
Esok aku pastikan tak kesiangan untuk mengintipmu lagi dan lagi....Sebelum kembali mencumbumu..., Dunia.
Lihat, tak terlalu nyenyak dia
Tubuhnya mulai resah tanda tidur tak lagi purna
Sesekali ia menggeliat manja
Bukan tanpa niat aku mengintipnya pagi ini, sebelum aku mencumbunya habis-habisan siang nanti
Agar cepat tanganku kala menyibak setiap helai bajunya
Harap tak sesat gerakku dalam setiap inci tubuhnya
Kulihat wajah cantik Dunia tak lagi tenang di akhir masa tidurnya
Rencana kerja hari ini sepertinya mendahului dan merasuk ke dalam mimpi pagi
Dahinya yang mulus sesekali mengerut seperti sedang berpikir
Sedangkan sisa pergumulan kemarin belum juga pudar
Di bawah sadar, ujung pakaiannya sedikit tersingkap
birahiku perlahan naik
Kupandangi. Ada perasaan tegang, senang, lucu, bingung bahkan ngeri
Tak sabar rasanya ingin segera siang untuk menjamah tubuh yang terpampang itu
Terus kupandangi ia
Di timur fajar jadi mentari, mentari tumbuh jadi matahari
Dunia menggeliat panjang, matanya terbuka
Memicing menahan silau matahari yang ikut mengintip dari celah yang sama
Perlahan ia mengucek mata dengan punggung tangannya
Bangun,pandangannya berputar ke sekeliling kamar
Mungkin ia merasa ada jika yang memerhatikannya
Takut ketahuan, aku pergi perlahan dengan langkah berjingkat
Setelah aman segera ku ambil langkah seribu, meninggalkan halaman samping rumahnya itu dengan bekas tapak sendalku
Cepat mandi dan tak lupa menghabiskan kopi
cigaret tak lepas dari jepitan jari
semprot sana-sini biar wangi dan Pergi untuk menemui Dunia di luar sana
Aku datang Dunia..!!
Sudah ku tahu titik panas tubuh mu
Tunggu Dunia, kan kugenggam kau hari ini
Semoga kau dan yang lain tak tahu ku telah mengintipmu pagi tadi
Aku pergi, Siap untuk mencumbumu dengan langkah terayun menggebu
Persetan orang-orang lain yang juga jatuh cinta pada kemolekanmu
Mereka tentu harus bersaing denganku yang memujamu
Tunggu saat kita menjadi satu raga duhai belahan jiwa
Terus membara tak padam hingga lelah mendera, sampai waktu lelap tiba.
Sampai kita sadar ada sebuah batas tenaga....
Saat tidurku pun hanya untuk menjalani sebuah bagian dari budaya malam. Bahkan mimpiku pun penuh oleh mu, Dunia.
Esok aku pastikan tak kesiangan untuk mengintipmu lagi dan lagi....Sebelum kembali mencumbumu..., Dunia.
Tangerang, 15 Oktober 2009 (ditulis oleh Suriyanto Bari)
Baca Selengkapnya ....